Tanpa Judul
Sabtu, 6 June 2015
Aku
masih disini dengan seribu bahkan sejuta kosakata yang memenuhi pikiranku.
Hari-hari yang berat sudah kulalui dengan penuh suka cita. Tiada hal yang
paling indah selain kenangan bersamamu. Tapi aku masih terjebak diantara
derasnya ombak yang menghantam batu karang. Masih diapit oleh dua pulau yang
teramat sangat indah untuk ku tinggalkan. Masih mencoba melawan badai dan panas
matahari yang datang silih berganti.
Perkenalanku
dengan kamu cukup singkat satu tahun yang lalu, bahkan hampir pura-pura tidak
saling mengenal. Semenjak kedekatan kita yang selalu diwarnai dengan berbagai
canda tawa dan kebersamaan yang tercipta begitu saja, rasa itu pun datang
dengan sendirinya. Kenyamanan sudah mengikat kita. Menyatukan dengan perasaan
yang sama. Dua jiwa akhirnya bersatu untuk menyimpan cinta. Aku dan kamu
menjadi kita.
Kebersamaan
itu tumbuh semakin dalam seiring kita selalu berjalan berdampingan tanpa beban.
Melalui hitam putih hidup ini. Bergandeng tangan untuk selalu melindungi dan
menjaga. Tetap bertahan meski salah satu tersakiti.
Seiring
waktu pula kamu berusaha menerima sifat dinginmu itu yang terkadang
menyakitiku. Mencoba bertahan dalam diam. Masih dan akan terus berusaha
melakukan yang terbaik untukmu. Tapi terkadang ada rasa ragu yang selalu datang
menghampiriku. Sebelum dan semenjak kita bersama juga aku sudah merasakan sifat
dinginmu yang aku kagumi itu.
Setelah
kebersamaan kita selama hampir dua tahun
dan kedekatan kita selama hampir tiga bulan itu rasanya sia-sia jika mengingat
semua itu. Kenangan kita ukir dalam sejarah dengan wajah bahagia dalam buliran
harapan yang dulu terpendam yang akhirnya terwujud dalam sebuah kisah nyata.
Disetiap pesan singkatmu dan canda tawa kita yang memecah keheningan membuatku semakin
nyaman dan perasaan itu tumbuh semakin dalam.
Ketika
aku diam-diam memendam perasaan ragu dalam hatiku yang seolah membangunkanku
dari mimpi buruk dan menyadarkanku bahwa kamu terlalu sakit untuk
kupertahankan. Keraguan itu selalu datang menghantuiku. Terlebih dia yang lebih
dulu bersemayam dalam hatiku. Membuatku selalu merasa nyaman dan lebih dari
yang kau berikan. Mata batinku seolah terbuka lebar dan memberi isyarat bahwa aku bukanlah yang terbaik untukmu.
Merasakan
pedihnya rasa disetiap malam tidurku yang ditemani tetesan air mata yang
menunjukkan kelemahanku terhadap semua peluh yang selama ini membelenggu
hidupku. Kuteteskan disetiap sujudku, kuucapkan disetiap butir doaku. Ketika
semua berlalu secara perlahan dan semua perasaan itu sudah menguap begitu saja.
Kita
saling mengucapkan selamat tinggal dan lebih memilih hidup masing-masing dengan
egoku yang besar. Aku meninggalkanmu dengan rasa bersalah. Kamu membiarkanku hidup dengan
bayanganku. Semuanya berakhir ditengah jalan. Bunga itu sudah layu ditengah
panasnya terik matahari.
Setelah
perpisahan kita, awalnya kita masih berbagi satu sama lain. Saling menyapa dan
tersenyum dan merasa masih saling memiliki satu sama lain. Itu dulu…
Iya,
dulu itu sangat indah…
Sekarang…
Kita
seperti tidak saling mengenal satu sama lain. Bersikap acuh tak acuh. Dan aku
masih dengan gengsiku yang besar. Biarkanlah semua berlalu. Satu persatu
harapan sudah gugur dan kenangan tertiup angin, terbang jauh keangkasa.
Ternyata
tidak lebih dari tiga bulan. Dan aku hanya mengagumimu saja. Iya, tidak lebih
dari itu. Sampai sekarang, aku masih dihantui dengan perasaan bersalah yang
terkadang membuyarkan konsentrasiku dan menghilangkan fokusku.
Aku
mencoba tersenyum dibalik kesedihan. Melewati hidup sendiri tanpa tekanan dan
paksaan. Terkadang aku senang jika sendirian, terkadang juga aku merasa
kesepian. Tapi aku lebih senang jika ada seseorang yang selalu ada untukku dan
membuatku selalu tersenyum. Aku menyayangimu lebih dari apapun. Tapi yang kamu
tau aku hanyalah batu karang yang sangat keras sampai ombak tak mampu
memecahkan setiap keping bagian yang kumiliki.
Biarkan
semuanya berlalu, aku hanya ingin kita seperti dulu lagi, kasih. Merangkai
cerita, cita, dan cinta yang dulu pernah terputus karena suatu hal yang harusnya
tidak patut kita perbincangkan. Beribu bahkan berjuta kosakata dalam berbagai
bahasa tidak mampu mewakili perasaanku saat ini. Terlalu banyak kata yang
berkutat dipikiranku.
Tapi
aku masih berusaha dan akan terus berusaha menerima semua ini. Aku hanya ingin
kamu tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, aku akan selalu membuatmu
tersenyum, yang bisa menuntunmu saat kau ragu, dan yang bisa mengerti serta
memahami keinginanmu.
Kini
umurmu sudah bertambah, kamu terlihat lebih dewasa dari biasanya. Gadis lesung
pipi yang hanya tersenyum saja, yang hanya bisa kupandang dari kejauhan. Maaf,
aku teramat sangat menyayangimu, Renatha Senja Vannisa…
“Karena hanya kamulah kenangan paling
berharga, teman paling baik, sahabat yang tak tergantikan, kebersamaan yang
hangat, dan cinta yang terlalu dalam…”
#TanpaNama