Semut-semut Nakal
30-31
Agustus 2014
erawal
dari suara penuh misteri ditengah malem yang gue denger waktu kemah pertama
disekolah ini, serta niat dan tekad gue untuk terus menggapai mimpi. Ternyata
usaha keras gue selama setahun ini nggak sia-sia. Setelah gue mengikuti ekstra
pramuka setahun dan penuh perjuangan serta pengorbanan, akhirnya hari ini kemah
pelantikan dewan ambalan yang gue udah nantikan dari dulu. Dua hari yang sangat
bersejarah bagi gue.
Dimulai dari upacara pembukaan, dimana
waktu itu gue kebagian jadi pengibar bendera. Setelah semua mempersiapkan diri
dan menempati posisi masing-masing sebagai petugas. Akhirnya upacara pembukaan
pun dimulai. Gilang, gue, dan Raka jadi pengibar bendera. Berdiri tegap sambil
berulang kali gue baca surat al-fatihah dan surat al-ikhlas dalam hati. Gimana
nggak grogi, untuk pertama kalinya seumur hidup, gue jadi pengibar bendera
apalagi waktu kemah pelantikan kaya gini.
Terik matahari gue hiraukan, keringat
mulai bercucuran, detak jantung semakin cepat waktu protocol bilang
“Penghormatan kepada Pembina upacara”, dan sebentar lagi “Pengibaran Bendera
Sang Merah Putih”. Waktu Raka bilang “Siap”, jantung gue rasanya mau copot, gue
nggak henti-hentinya istighfar. Rasanya kaki gue kaku gak bisa jalan. Rasanya kaya
orang mati berdiri.
Tibalah pengibaran bendera sang merah
putih, Raka yang memimpin untuk mengatur posisi. Gue melangkahkan kaki sambil membawa
bendera. Detak jantung meningkat 1000x lipat, rasanya seisi lapangan bisa
denger detak jantung gue saking cepatnya. Tahap demi tahap pengibaran bendera
akhirnya gue lakukan dengan lancar. Syukurlah…
Upacara pembukaan selesai, tapi tidak
berjalan lancar, masih banyak kesalahan yang gue dan teman-teman lakuin. Setelah
itu pengumpulan perkap dan persiapan pendirian tenda dan pendirian api unggun.
Waktu itu persanggah dibagi ada yang mendirikan tenda dan ada yang mendirikan
api unggun. Gue kebagian mendirikan api unggun. Setelah ganti baju olah raga,
gue dan teman-teman yang lain langsung saling bekerja sama. Satu per satu kayu
ditata rapi sesuai pola api unggun yang mengerucut. Waktu gue diatas lagi nata
kayu, naik sambil nanjak kayu yang dibawah gitu. Ehh.. si Niko malah naroh
tangga besi disamping gue dan ujung tangga nyenggol kayu dan gak sengaja
kayunya kena kepala gue. Alhasil langsung pusing deh kepala dan membentuk
sebuah benjolan kecil diubun-ubun gue. Lalu gue turun sambil merintih kesakitan
sambil mengelus-elus kepala gue.
Setelah gue kembali seperti semula, gue
melanjutkan mendirikan api unggun dan sesekali gue menatap wajah senja yang
indah. Semuanya selesai dan passus disiapin sana sini. Kemudian ganti baju
pramuka dan makan malam.
Mentari mulai kembali keperaduannya,
langit senja dengan gradasi warna,
terlihat bulan sabit yang ditemani bintang kejora, angin menghembus
pelan stang leher yang gue pakai, dan malam pun mulai menyapa…
Setelah sholat maghrib berjamaah,
dibawah rasi bintang dimusim hujan, gue dan teman-teman latihan nyanyi buat
upacara api unggun dan pensi nanti malem. Terdengar riuh canda tawa dari
temen-temen gue. Suasana malam semakin terasa. Upacara api unggun segera
dimulai, gladhi bersih sebentar dan akhirnya sholat isya’ dulu. Berhubung
temen-temen gue pada sholat nanti, akhirnya gue putusin buat sholat sendirian.
Pas mau make kaos kaki, eh passus disiapin. Sampe-sampe kaos kaki sebelah kanan
kebalik. Waktu itu juga gue masih megang mukena, kan kagak mungkin gue didalam
barisan sambil megang mukena apalagi mukenanya gue pake. Akhirnya gue suruh tuh
anak kelas sepuluh buat naroh mukena didalam mushola.
Upacara api unggun pun dimulai. Semuanya
sudah menempati posisi masing-masing. Lampu dimatikan, lampion dihidupkan, dan
suasana berubah menjadi mencekam. Hening dan sunyi. Hanya terdengar hembusan
angin malam dan taburan bintang. Gue terkagum-kagum dengan formasi lampion yang
melingkar diatas lapangan. Suara protocol membacakan tahap upacara api unggun
pun terdengar seram. Dan tibalah saatnya penyulutan api dasa dharma.
Penyulutannya agak lama, lama banget malah. Karena dari obor kesatu, kedua, dan
seterusnya tertiup angin mulu.
Lalu tibalah pembacaan sekapur sirih
yang membuat suasana semakin horror. Upacara api unggun dilaksanakan dengan
lancar karena malam mungkin kesalahannya tidak terlihat. Gue terus menatap
ujung demi ujung api unggun yang berkobar itu. Bukannya terpesona dengan
keindahan api unggun itu, tapi gue heran. Kayu bakar tiga truk yang gue
kumpulin susah payah sama temen-temen eh dibakar gitu aja tanpa rasa bersalah.
Belum lagi bensin dan solar yang habis berliter-liter buat ngebakar tuh kayu.
Eh, waktu upacara api unggun ada lampion yang kebakar lagi. Sungguh memori yang
tak terlupakan.
Kobaran api dasa dharma masih membara
menemani semangat perjuangan gue selama setahun ini. Lampu mulai dihidupkan dan
riuh suasana mulai ramai dengan orang-orang yang sedang mempersiapkan pensi. Sebelum
pensi dimulai, gue bermaksud mengambil mukena yang gue tinggal di mushola tadi.
Waktu jalan beberapa langkah dari mushola, gue berpapasan dengan kak Keyndra,
kakak kelas yang gue kagumi dari sifat dinginnya itu. Kalo tidak salah waktu
itu dia menoleh kearah gue.
Pensi pun dimulai, kebanyakan anak kelas
sepuluh menyanyi diiringi dengan gitar dan bernyanyi penuh riang gembira. Gue
asyik menikmati setiap lagu yang mereka nyanyikan. Dengan pede gue joget dengan
jari telunjuk goyang kanan kiri dan kepala mengikuti arah jari telunjuk gue. Apalagi
goyang bang jali gue, sampe-sampe kakak kelas nyamperin gue. Malem itu gue
merasa bahagia seolah tanpa beban sedikit pun. Giliran passus buat nyanyi empat
lagu sekaligus, yang dimana setiap lagu mempunyai makna penuh arti. Selesai
pensi, waktunya ganti baju olah raga dan bersiap untuk tidur. Bagaimanapun
juga, yang namanya kemah, gue gak pernah bisa tidur. Gimana pun posisi gua dan
senyaman apapun tempat tidur gue, pasti gua gak bisa tidur. Gue masih tidur
dengan posisi yang teramat sangat tidak mengenakkan. Tiba-tiba… passus dan
kelas sepuluh disiapin. Dimulailah jelajah malam penuh misteri…
Setelah dibarisin dan dibagi
kelompoknya. Gue, Anisa, Dude, Lala, dan Bagus jadi kelompok pertama yang
jalan. Mata kita ditutup mitela dan gakbisa ngeliat apapun. Yaiyalah!!
Kita berlima saling megang pundak temen
yang didepan. Sambil ngeraba-raba gitu dan menyusuri jalan yang tak tahu entah
kemana. Akhirnya sampailah kita disuatu tempat penuh misteri. Awalnya disuruh
buka stang leher dan topi lalu tiduran diatas rumput yang basah dan masih
dengan mata yang tertutup. Gue mencoba menebak dimana kah gue sekarang. Ada
yang bilang buat lingkaran-lingkaran gitulah. Saat gue sedang asyik menebak,
ada semut nakal yang masuk ke rok gue. Sontak gue langsung duduk dan ngeraba
rok dalem gue dan gue tidur lagi. Eh semutnya malah ngelunjak sampe
kedalem-dalem dan rasanya gatel-gatel gimana gituu. Gue duduk lagi dan ngambil
semut didalem rok. Dan untuk ketiga kalinya, semutnya tambah nakal masuk
kedalem rok gue lagi. Saking gak tahan, gue lalu berdiri sambil loncat-loncat
dan ngeraba rok. Sampe-sampe gue disamperin sama salah satu kakak kelas sambil
disenterin pula. “Eh, dek, kamu kenapa??” , tanyanya. “Nggak apa-apa, kak, cuma
serangga kok..”, jawab gue sambil merintih. Lalu gue tidur lagi dengan rok yang
gue lipat rapat dengan kaki gue.
Gue kembali nebak dimanakah gue
sekarang. Gue mulai meraba rumput. “Ehm, tadi ada lingkaran-lingkaran, masa ini
dikuburan, gamungkin kuburan sedekat ini. Pasti ini dilapangan. Oh iyaa
lapangan deket sekolah.”, gumam gue dalam hati. Waktu mitela disuruh buka dan
tebakan gue benar sekali kalo gue sedang ada dilapangan deket sekolah.
Ditengah-tengah gue dan temen-temen udah ada piala hasil jerih payah yang
didapetin kakak kelas gue. Banyak alumni waktu itu yang nasehatin dan nguji
mental kita. Waktu ditanya materi, si Anisa malah nyebutin bapak koperasi
apalah yang ternyata salah. Kenangan itu yang masih membekas dihati gue sampai
sekarang. Gue cuma diem, diem, dan diem. Gatau harus mau ngomong apa, ntar
malah salah trus gue digantung dipohon kecambah sama alumni lagi. Gue nyari
aman aja.
Setelah itu, kita disiapin untuk
persiapan upacara pelantikan. Menegangkan, menakutkan, dan membuat penasaran.
Tapi semua terbayarkan dengan usaha keras gue dan teman-teman gue selama ini.
Menjadi yang paling terbaik dari semua yang terbaik. Semuanya berpelukan, air
mata menetes, tangis pun pecah ketika itu, suka duka menyelimuti senja dipagi
hari itu. Taburan bintang menjadi saksi, udara sejuk dipagi hari menyelimuti,
percikan sinar mentari pun mengiringi langkah kami. Lalu bersalaman untuk
mengucapkan selamat. Termasuk gue salaman sama kak Keyndra.
Lalu kembali kesekolah dengan langkah
tegap maju jalan dan sesampainya disana muterin tenda dulu. Setelah itu sholat
subuh dan ganti baju passus buat senam lalu sarapan pagi. Kemudian ganti baju
pramuka lagi dan bersiap untuk jelajah.
Melewati hutan, sawah, sungai, dan gue kebagian pos bayangan sama Hana di pojok
lapangan dibawah pohon. Hari itu waktu terasa cepat berlalu dan setelah jelajah
selesai. Bersiap berkemas tenda dan upacara penutupan. Saat upacara penutupan
pun ada kesan tersendiri yang gue rasain. Melihat satu per satu wajah bahagia
dari mereka semua. Pengalaman indah tak terlupakan.
Usaha keras itu tak akan mengkhianati,
sahabat…